PHK Sepihak, Karyawan PT LSS Banyuwangi Adukan Dugaan Union Busting
Banyuwangi – Para karyawan PT. Lautindo Synergi Sejahtera (LSS) Banyuwangi melaporkan perusahaan tempat mereka bekerja kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) Jawa Timur atas dugaan union busting. Perusahaan perikanan yang beroperasi di Desa Kedungringin, Kecamatan Muncar, Banyuwangi ini dilaporkan karena diduga melakukan pemberangusan serikat pekerja.
Sebanyak sembilan karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan ikan tuna tersebut. Pemecatan terjadi tak lama setelah mereka menyatakan bergabung dengan organisasi Serikat Buruh Perikanan Independen (SBPI).
“Sehingga kami menduga ini union busting. PT LSS melakukan intimidasi dan anti serikat buruh,” kata Ketua SBPI-PT LSS, Syarif Hidayatullah, seusai menjalani tahapan klarifikasi dari Pengawas Disnaker Provinsi Jatim di Banyuwangi, pada hari Rabu (12/3).
Syarif, yang juga merupakan salah satu dari sembilan karyawan yang dipecat sepihak, menceritakan bahwa pada tanggal 10 Februari para karyawan mendaftarkan SBPI-PT LSS ke Disnaker Banyuwangi.
Serikat ini dibentuk sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak dasar buruh di perusahaan yang selama ini diabaikan, seperti upah di bawah UMK Banyuwangi, upah lembur tidak sesuai aturan, jam kerja panjang, serta tidak diberikannya cuti haid dan cuti melahirkan untuk buruh perempuan.
Namun, sehari setelah pembentukan, satu per satu karyawan yang tergabung dalam serikat mulai dipanggil oleh perusahaan. Hingga total ada sembilan orang yang kemudian dilakukan pemecatan secara sepihak.
Syarif menyebutkan bahwa perusahaan beralasan PHK dilakukan karena kontrak kerja para karyawan telah habis dan tidak diperpanjang. Alasan tidak diperpanjangnya kontrak, menurut perusahaan, adalah karena stok bahan baku menipis. Namun, menurut Syarif, perusahaan masih terus berproduksi seperti biasa dan menerima karyawan-karyawan baru.
“Jadi di situ kami menduga itu adalah upaya dari perusahaan untuk memberangus keberadaan serikat yang kami bentuk,” tegasnya.
Selain masalah pemberangusan serikat kerja, para buruh ini juga mengadukan mengenai kekurangan upah lembur. Menurut mereka, selama bekerja di perusahaan tersebut, mereka tidak pernah mengetahui perhitungan pembayaran upah yang diterima. Jam kerja dan perhitungan lembur juga tidak jelas.
“Tahu-tahu di slip gaji sudah ada lemburnya. Jadi kami menduga ini ada perhitungan yang tidak benar dari pihak manajemen,” ungkapnya.
Syarif mengaku telah melampirkan berbagai tuntutan serikat kepada perusahaan kepada Pengawas Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Subkorwil Banyuwangi. Tahapan lanjutan akan kembali dilakukan minggu depan.
“Minggu depan tahapannya masih dilakukan klarifikasi,” tegasnya.



