PARFI Banyuwangi Gugat Film “Lemah Santet”: Eksploitasi Tragedi 1998 & Distorsi Santet
Banyuwangi – Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Banyuwangi mengecam keras film “Lemah Santet Banyuwangi” yang diproduksi oleh sebuah production house ternama di Jakarta. Film tersebut dianggap mengeksploitasi tragedi tahun 1998 dan mendistorsi makna tradisional santet yang telah menjadi bagian dari identitas budaya Banyuwangi.
Ketua DPC PARFI Banyuwangi, Denny Sun’anudin, menyampaikan keberatannya dalam sebuah pernyataan resmi. Menurut Denny, film tersebut secara tidak pantas menggambarkan tragedi yang terjadi pada tahun 1998, di mana banyak guru ngaji dan tokoh masyarakat menjadi korban dalam peristiwa pembantaian yang terkait dengan dinamika politik tingkat tinggi.
“Banyuwangi telah berupaya keras membangun citra positifnya, namun film ‘Lemah Santet Banyuwangi’ justru menciptakan stigma negatif melalui eksploitasi tragedi dan distorsi nilai santet. Karya seni hendaknya berlandaskan estetika dan etika yang tinggi, serta menghormati nilai moral dan budaya lokal,” tegas Denny.
Denny menyoroti bahwa cerita film tersebut diadaptasi dari thread di media sosial milik Jeropoint, yang menurutnya kurang memiliki referensi yang memadai. Ia menambahkan bahwa dalam tradisi Banyuwangi, istilah “santet” lebih berkaitan dengan konsep mahabah atau pengasihan yang mengandung unsur cinta dan kasih sayang, berbeda dengan praktik yang mengandung unsur kekerasan.
“Jika hendak menyatir istilah santet, seharusnya tidak mengabaikan perbedaan makna dan tujuan antar daerah. Santet di Banyuwangi mengajarkan tentang nilai-nilai positif, bukan tindakan yang mencelakai,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Denny mengimbau agar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi dan Dewan Kesenian Blambangan (DKB) segera mengambil langkah tegas dengan menyampaikan surat protes resmi kepada pihak pembuat film.
“Disbudpar dan DKB harus segera melayangkan surat protes dan, jika perlu, mengajukan permohonan agar film tersebut tidak mendapatkan izin tayang di bioskop nasional,” ujarnya.
Siaran pers ini dikeluarkan sebagai respons terhadap kekhawatiran publik yang semakin meningkat terkait dampak negatif film tersebut terhadap citra dan kearifan lokal Banyuwangi.



