Harga Minyak Menguat di Tengah Gejolak Pasar Energi Global
Pergerakan harga minyak naik pada perdagangan Selasa waktu AS, atau Rabu waktu Jakarta, setelah sesi yang diwarnai volatilitas tinggi. Para pelaku pasar menimbang sejumlah faktor mulai dari dampak sanksi Barat terhadap aliran minyak Rusia hingga pernyataan Presiden AS Donald Trump terkait pencarian kandidat baru Ketua Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed). Kombinasi isu geopolitik dan kebijakan moneter ini membuat pasar energi kembali bergolak.
Kenaikan harga minyak terjadi setelah beberapa hari sebelumnya pasar dibayangi ketidakpastian pasokan serta prospek permintaan global yang melemah. Namun, pengumuman Trump mengenai proses wawancara untuk memilih Ketua The Fed berikutnya memberi dorongan baru bagi sentimen risk-on, sehingga menarik minat investor kembali ke aset komoditas.
Brent dan WTI Sama-Sama Menguat
Mengutip laporan pasar terkini, harga minyak Brent ditutup menguat sebesar 69 sen atau 1,07% ke level USD 64,89 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 83 sen atau 1,39% menjadi USD 60,74 per barel.
Harga WTI bahkan sempat melonjak lebih dari USD 1 per barel pada perdagangan sore hingga menyentuh level tertinggi sesi di USD 60,92. Lonjakan ini terjadi sesaat setelah Trump menyampaikan bahwa pemerintahannya telah memulai proses wawancara untuk memilih Ketua The Fed pengganti Jerome Powell.
Sejak awal masa jabatannya, Trump kerap melontarkan kritik keras terhadap Powell yang dinilai mempertahankan suku bunga terlalu stabil sehingga memperlambat laju ekonomi. Pernyataan terbaru Trump pun segera diterjemahkan pasar sebagai potensi kebijakan moneter yang lebih longgar ke depan.
Menurut John Kilduff, mitra di Again Capital, pernyataan Trump memberikan sinyal jelas mengenai tipe calon yang kemungkinan akan dipilih. “Berita ini menjadi sentimen positif untuk pasar. Pelaku pasar melihat peluang kebijakan yang lebih mendukung pertumbuhan, sehingga mendorong gairah risk-on,” ujarnya.
Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya terhadap Harga Minyak
Hubungan antara kebijakan suku bunga dan harga minyak sudah lama menjadi perhatian investor. Ketika suku bunga diturunkan atau berpotensi diturunkan, biaya pinjaman menjadi lebih murah. Hal itu biasanya mendorong aktivitas ekonomi, meningkatkan permintaan energi, dan akhirnya mengerek harga minyak.
Meski belum ada keputusan konkret terkait pergantian Ketua The Fed, pasar merespons narasi tersebut dengan penuh antisipasi. Implikasinya tidak hanya berdampak pada pasar energi, tetapi juga pasar saham, obligasi, dan mata uang.
Sanksi Barat Tekan Pendapatan Minyak Rusia
Selain faktor kebijakan AS, pasar minyak juga bergerak akibat sanksi baru yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat terhadap dua perusahaan energi besar Rusia, yaitu Rosneft dan Lukoil. Departemen Keuangan AS menyebutkan bahwa langkah yang mulai berlaku sejak Oktober telah menekan sebagian pendapatan minyak Rusia dan berpotensi mengurangi volume ekspor negara tersebut dalam jangka menengah.
Analis MUFG, Soojin Kim, mengatakan bahwa pelaku pasar sedang mencoba menyeimbangkan dampak surplus minyak global dengan gangguan pasokan akibat sanksi. “Para pedagang mempertimbangkan perkembangan dua sisi: pasokan berlebih di pasar global dan risiko pengurangan aliran minyak Rusia karena sanksi AS,” ujarnya.
Trump Dorong Undang-Undang Sanksi Sekunder
Dinamika sanksi Rusia semakin memanas setelah seorang pejabat senior Gedung Putih menyebut bahwa Trump bersedia menandatangani rancangan undang-undang sanksi Rusia selama dirinya tetap memiliki otoritas penuh atas implementasinya.
Trump bahkan menyatakan bahwa Partai Republik sedang menyiapkan undang-undang yang akan memberikan sanksi kepada negara mana pun yang tetap melakukan bisnis dengan Rusia. Presiden AS juga membuka kemungkinan memasukkan Iran ke dalam daftar target sanksi baru tersebut.
Menurut Kilduff, undang-undang sanksi sekunder semacam ini dapat memberikan dampak besar pada pasar global. “Risiko kehilangan pasokan minyak Rusia memberikan dukungan bagi harga dan menarik perhatian pasar,” katanya.
Gangguan di Pelabuhan Novorossiysk Dorong Harga Kian Menguat
Konflik Rusia-Ukraina masih memberikan efek langsung terhadap rantai pasok minyak dunia. Pelabuhan Novorossiysk di Rusia kembali beroperasi setelah dua hari terhenti akibat serangan rudal dan drone Ukraina. Data industri menunjukkan bahwa ekspor dari pelabuhan ini dan terminal Caspian Pipeline Consortium yang berada di dekatnya menyumbang sekitar 2,2 juta barel per hari, atau 2% dari total pasokan global.
Penangguhan operasi pada Jumat sebelumnya sempat memicu kenaikan harga minyak lebih dari 2% dalam satu hari. Gangguan tersebut menambah kekhawatiran pasar terhadap ketahanan pasokan, terlebih di tengah situasi politik yang belum stabil.
Proyeksi Harga Minyak Hingga 2026
Meski harga minyak naik dalam jangka pendek, beberapa lembaga keuangan melihat tren berbeda untuk periode lebih panjang. Goldman Sachs, dalam laporannya pada awal pekan, memperkirakan harga minyak berpotensi mengalami penurunan hingga tahun 2026 akibat gelombang pasokan baru yang menambah surplus pasar.
Namun, bank investasi tersebut mencatat bahwa harga Brent dapat kembali naik melewati USD 70 per barel pada 2026–2027 jika penurunan produksi Rusia terjadi lebih tajam dari perkiraan. Artinya, dinamika geopolitik dan kebijakan sanksi masih akan memainkan peran penting dalam menentukan harga minyak global.
Goldman Sachs menekankan bahwa pasar minyak akan terus berada dalam keseimbangan rapuh, di mana sedikit gangguan pasokan dapat mengubah arah harga secara signifikan.
Ketidakpastian Global Akan Tetap Menentukan Arah Pasar
Kombinasi faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan kondisi permintaan global menjadikan pasar minyak memasuki periode yang sulit diprediksi. Sementara kenaikan harga terbaru didorong oleh sanksi dan sentimen The Fed, faktor-faktor seperti perlambatan ekonomi Tiongkok, peningkatan produksi AS, serta perkembangan OPEC+ juga berpotensi memberi tekanan ke depan.
Pelaku pasar kini memantau lebih dekat kebijakan energi Rusia, respons negara-negara konsumen besar, dan prospek pelonggaran moneter AS yang kemungkinan terjadi jika Trump benar-benar menunjuk kandidat The Fed yang lebih dovish.
Pergerakan harga minyak naik pada awal pekan ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar energi terhadap isu geopolitik dan kebijakan ekonomi global. Selama ketidakpastian mengenai sanksi Rusia dan masa depan kebijakan The Fed belum mereda, volatilitas diperkirakan masih akan mewarnai pergerakan harga minyak.
Investor kini berada dalam posisi menunggu data fundamental berikutnya serta keputusan politik yang dapat memperkuat atau melemahkan harga. Namun satu hal yang jelas: pasar minyak akan tetap berada di persimpangan antara pasokan yang rentan dan dinamika kebijakan yang terus berubah. (selsy).



Tinggalkan Balasan