Media Kampung – muhammadiyah dan nahdlatul ulama (NU) tidak hanya merupakan dua organisasi Islam terbesar di indonesia, tetapi juga memiliki hubungan persaudaraan yang erat. Meskipun keduanya memiliki konsep yang berbeda dalam membawa nilai keislaman, ternyata pendiri kedua organisasi tersebut, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari, bersahabat karib semenjak remaja, Rabu (26/7/2023).
Menurut buku “KH Ahmad Dahlan Sang Penyantun” karya Imron Mustofa, ketika mereka masih berguru kepada Kiai Saleh Darat asal Semarang, pendiri muhammadiyah dan NU ini telah membangun hubungan persaudaraan. Dahlan yang saat itu berusia 16 tahun dan Hasyim yang berusia 14 tahun saling memanggil dengan sebutan ‘Mas' dan ‘Adi'.
Namun, kebersamaan mereka saat berguru hanya berlangsung selama dua tahun. Saat mereka berada di Mekah, mereka kembali berguru kepada orang yang sama, yaitu Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Itulah yang akhirnya membuat mereka memiliki kecenderungan yang berbeda. Hasyim sangat menyukai hadis, sedangkan Dahlan lebih tertarik pada pemikiran dan gerakan Islam.
Dalam semangat pergerakan Islamnya, Dahlan aktif dalam mendirikan lembaga pendidikan Islam yang formal dengan mengadopsi sistem sekolah kolonial. Sementara itu, Hasyim memutuskan untuk fokus pada kajian salafiyah dan mendirikan pondok pesantren Tebuireng di Jombang. Dia juga memiliki cita-cita mendirikan jamiyah ulama yang moderat dan berdasarkan Ahlussunnah wal Jamaah. Dari sinilah, kemudian terbentuklah organisasi NU.
Meski berbeda dalam konsep dan pendekatan, muhammadiyah dan NU tetap menjalin persaudaraan yang erat. Kedua organisasi ini berperan penting dalam perkembangan Islam di indonesia dan memiliki kontribusi besar dalam bidang pendidikan, sosial, dan agama. Keberadaan muhammadiyah dan NU sebagai kekuatan Islam di indonesia menggambarkan adanya keanekaragaman dalam umat Islam yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antarumat beragama di dalam masyarakat.


