Panglima Besar Jenderal Soedirman: Sosok Berwibawa di Medan Perang dan Romantis dalam Cinta
Media kampung – Panglima Besar Jenderal Soedirman sudah menjadi sosok pahlawan legendaris dalam pelajaran sejarah di sekolah. Namun, selain memangku peran penting di medan perang dengan taktik gerilyanya yang selalu jitu, Jenderal Soedirman juga memiliki sisi romantis dalam kisah cintanya.
Jenderal Soedirman sering mengungkapkan kata-kata romantis yang membuat istrinya terpesona. Bahkan, ketika melamar sang pujaan hati, Jenderal Soedirman juga membuat calon mertuanya jatuh hati dengan kata-kata indahnya.
Pada masa itu, Jenderal Soedirman jatuh hati pada Siti Alfiah, seorang gadis primadona di Kota Pesisir Pantai Selatan Jawa Tengah, Cilacap. Keduanya pertama kali bertemu di organisasi intrasekolah di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Cilacap. Kedekatan mereka semakin erat karena sama-sama menjadi aktivis di Pemuda muhammadiyah Cilacap.
Jenderal Soedirman, yang pada saat itu merupakan seorang pemuda yang populer, menunjukkan ketertarikannya pada Alfiah dengan berbagai jurus. Misalnya, saat menjadi ketua panitia teater, Jenderal Soedirman memilih Alfiah sebagai bendahara, dengan harapan bisa lebih dekat dengannya.
Selain itu, Jenderal Soedirman juga sering mengunjungi rumah Sastroatmodjo, orang tua Alfiah, dengan alasan koordinasi dalam organisasi muhammadiyah. Dari kebiasaan ini, teman-teman Jenderal Soedirman mulai menyadari perasaan cintanya pada Alfiah.
Namun, cinta Jenderal Soedirman tidak berjalan mulus pada awalnya. Restu dari keluarga Alfiah, terutama paman Alfiah bernama Haji Mukmin, tidak diberikan karena merasa Alfiah seharusnya menikahi seseorang dari kalangan orang kaya. Namun, cinta ibu Jenderal Soedirman kepada anaknya mengalahkan segalanya, hingga ibunda Jenderal Soedirman dengan ikhlas menyiapkan semua ongkos pernikahan demi mendukung hubungan mereka.
Perjalanan cinta Jenderal Soedirman dan Alfiah tidak terhalang oleh kendala tersebut. Bahkan, dalam keadaan perang yang sulit, Jenderal Soedirman tetap memperhatikan keperluan sang istri. Ia rajin membelikan baju dan kosmetik untuk Alfiah, memperlihatkan perhatiannya yang romantis.
Sebuah situasi yang tak terlupakan adalah ketika Jenderal Soedirman memberikan baju dan bedak pada Alfiah saat toko-toko tutup karena serangan udara. Ia ingin sang istri tetap terlihat cantik. Gestur tersebut mengharukan Alfiah dan membuatnya tak kuasa menitikan air mata.
Sayangnya, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Jenderal Soedirman meninggal pada 29 Januari 1950 setelah memberikan wejangan kepada istri dan tujuh anaknya. Meski dalam keadaan lemah, Jenderal Soedirman mampu memberikan ketegaran kepada istri tercintanya.
Dalam kenangannya, Jenderal Soedirman bahkan mengatakan ingin hidup seperti kenalannya yang bisa hidup lama dan melihat cucunya. Kata-kata tersebut menggambarkan betapa romantisnya Jenderal Soedirman pada saat-saat terakhir hidupnya.
Berlinang air mata, Siti Alfiah meminta suaminya tegar. Soedirman menatap istrinya dan meminta perempuan yang dicintainya itu menuntunnya membaca kalimat tauhid. Satu kalimat terucap, Soedirman kemudian mangkat.


