Warisan Bahari yang Tetap Hidup di Banyuwangi
Laut bukan sekadar sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir Banyuwangi. Bagi mereka, laut adalah sahabat, pemberi rezeki, dan bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Bentuk rasa hormat dan syukur atas berkah laut itu diwujudkan melalui tradisi Petik Laut, sebuah upacara adat yang diwariskan turun-temurun dari para leluhur nelayan Osing dan Jawa pesisir timur.
Setiap tahun, ribuan warga memadati pantai untuk menyaksikan perayaan ini. Suasana meriah, penuh warna, dan sarat makna spiritual menjadikan Petik Laut bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga daya tarik budaya dan wisata khas Banyuwangi.
Asal-Usul dan Makna Filosofis Petik Laut
Tradisi Syukur dan Sedekah Laut
Petik Laut pada dasarnya adalah wujud rasa syukur nelayan kepada Tuhan atas melimpahnya hasil tangkapan ikan sepanjang tahun. Selain itu, ritual ini juga menjadi bentuk sedekah laut, yakni memberikan sesaji kepada penjaga laut agar nelayan diberi keselamatan dalam mencari nafkah.
Bagi masyarakat pesisir Banyuwangi, laut dianggap memiliki “penunggu” atau kekuatan alam yang perlu dihormati. Dengan melarung sesaji ke tengah samudra, mereka percaya bahwa laut akan tetap memberi hasil berlimpah dan terhindar dari bahaya.
Simbol Kebersamaan dan Gotong Royong
Selain dimensi spiritual, Petik Laut juga mencerminkan kuatnya semangat gotong royong dan persaudaraan antar nelayan. Seluruh warga pesisir, tanpa memandang status sosial, ikut terlibat — dari persiapan perahu, penyediaan sesaji, hingga pelaksanaan ritual.
Nilai kebersamaan ini menjadi perekat sosial masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya pada laut dan solidaritas antarwarga.
Prosesi Upacara Petik Laut
Persiapan yang Penuh Makna
Persiapan tradisi Petik Laut dilakukan beberapa hari sebelum acara puncak. Nelayan dan warga bersama-sama membersihkan pantai dan mempercantik kapal mereka. Kapal-kapal dihiasi dengan hiasan warna-warni, umbul-umbul, dan ornamen khas laut, menandakan semangat perayaan dan penghormatan terhadap alam.
Di waktu yang sama, para tokoh adat dan sesepuh desa menyiapkan sesaji berupa hasil bumi, kepala kambing, nasi tumpeng, dan aneka bunga. Semua perlengkapan ini nantinya akan dilarung ke laut sebagai simbol persembahan.
Arak-Arakan Kapal Hias ke Tengah Laut
Puncak perayaan Petik Laut dimulai dengan arak-arakan kapal nelayan. Puluhan hingga ratusan kapal berjejer rapi di perairan, menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Setiap kapal dihias dengan motif unik dan bendera berwarna cerah.
Kapal utama yang membawa sesaji biasanya memimpin rombongan, diikuti oleh kapal-kapal nelayan lain. Iring-iringan ini bergerak menuju tengah laut diiringi doa dan lantunan shalawat. Begitu tiba di titik tertentu, sesaji kemudian dilarung ke laut sebagai simbol pengembalian sebagian rezeki kepada alam.
Suasana Sakral dan Meriah
Meski berlangsung dalam suasana penuh syukur, upacara ini tetap memiliki nuansa sakral. Doa dipanjatkan agar seluruh nelayan dijauhkan dari badai, ombak besar, serta diberikan tangkapan ikan yang melimpah di tahun mendatang.
Usai prosesi larung sesaji, masyarakat biasanya melanjutkan dengan pesta rakyat. Beragam kegiatan digelar, mulai dari pertunjukan musik tradisional, tumpengan, lomba perahu hias, hingga pasar rakyat yang menjual hasil laut dan kuliner khas Banyuwangi.
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
Digelar di Pantai Nelayan Banyuwangi
Tradisi Petik Laut tersebar di berbagai wilayah pesisir Banyuwangi seperti Pantai Muncar, Grajagan, Puger, dan Blimbingsari. Tiap daerah memiliki cara pelaksanaan yang sedikit berbeda, namun maknanya tetap sama: rasa syukur atas rezeki laut dan doa keselamatan bagi para nelayan.
Biasanya, acara ini dilaksanakan setahun sekali, antara bulan Suro (kalender Jawa) atau sekitar bulan Dzulhijah (kalender Hijriah), tergantung kesepakatan masyarakat adat setempat.
Daya Tarik Wisata Budaya
Dalam beberapa tahun terakhir, Petik Laut berkembang menjadi salah satu agenda wisata budaya Banyuwangi. Pemerintah daerah memasukkan tradisi ini ke dalam kalender Banyuwangi Festival, menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.
Para pengunjung dapat menyaksikan langsung kemeriahan arak-arakan kapal, mengenal budaya pesisir, hingga menikmati kuliner laut segar di lokasi acara. Tradisi ini pun menjadi simbol harmoni antara kebudayaan, pariwisata, dan ekonomi masyarakat lokal.
Nilai-Nilai Budaya dalam Petik Laut
Harmoni Manusia dan Alam
Petik Laut tidak hanya dimaknai sebagai ritual adat, tetapi juga pengingat pentingnya menjaga keseimbangan alam. Dengan melarung sesaji, masyarakat diingatkan untuk tidak serakah dalam mengambil hasil laut dan selalu menjaga ekosistem perairan.
Tradisi ini menjadi cerminan filosofi masyarakat pesisir yang hidup berdampingan dengan alam — menghormati laut sebagai sumber kehidupan, bukan sekadar tempat mencari keuntungan.
Menjaga Warisan Leluhur
Bagi masyarakat Banyuwangi, Petik Laut adalah identitas budaya yang membedakan mereka dari daerah lain. Upacara ini menandai hubungan kuat antara manusia, tradisi, dan laut yang telah terjalin selama ratusan tahun.
Upaya pelestarian terus dilakukan agar generasi muda tidak melupakan akar budaya ini. Melalui edukasi budaya dan promosi wisata, Petik Laut diharapkan tetap hidup dan berkembang tanpa kehilangan makna aslinya.
Tradisi yang Mengikat Manusia dan Laut
Tradisi Petik Laut Banyuwangi bukan hanya perayaan adat, tetapi juga refleksi atas hubungan manusia dengan alam. Di balik kemeriahan kapal hias dan larung sesaji, tersimpan nilai spiritual yang dalam — rasa syukur, doa keselamatan, dan komitmen menjaga laut sebagai sumber kehidupan.
Selama masyarakat pesisir masih menaruh hormat pada samudra, selama itu pula tradisi ini akan terus bertahan. Petik Laut menjadi bukti bahwa kearifan lokal dapat hidup berdampingan dengan modernitas, sekaligus menjadi warisan budaya yang memperkaya identitas Banyuwangi sebagai kota pesisir dengan semangat bahari yang kuat. (selsy).


