Tradisi Ithuk-ithukan Suku Osing Banyuwangi: Wujud Rasa Syukur Dan Kebersamaan Dalam Berkah Sumber Mata Air

Adat Suku Osing Banyuwangi

Banyuwangi mediakampung.com – Pada Kamis (1/6/2023), masyarakat suku Osing Banyuwangi melaksanakan tradisi Ithuk-ithukan sebagai ungkapan rasa syukur atas limpahan berkah sumber mata air. Tradisi ini diikuti oleh puluhan warga dari Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah.

Dalam ritual tersebut, warga mengenakan busana khas suku Osing. Para pria memakai setelan hitam, sementara para wanita mengenakan kebaya hitam dengan bawahan jarik Banyuwangi. Para ibu-ibu membawa ithuk (alas makan dari daun pisang) dan baskom berisi aneka menu makanan sederhana.

Ithuk dalam bahasa Osing merujuk pada alas makan yang terbuat dari daun pisang. Ithuk dan makanan tersebut kemudian diarak oleh warga dengan berbagai hidangan, salah satunya adalah ingkung ayam bakar.

Tetua Adat Dusun Rejopuro, Sarino, menjelaskan bahwa tradisi Ithuk-ithukan dilaksanakan setiap 12 Dzulqaidah dalam kalender Islam.

“Sajian ithuk yang berlimpah menunjukkan bahwa setiap warga harus mendapatkan makanan, sehingga tidak ada yang kelaparan di antara mereka,” ujar Sarino pada Kamis (1/6/2023).

Perarakan dimulai dari pusat pemukiman Rejopuro menuju Sumber Hajar, sumber mata air utama di dusun tersebut. Setelah berkumpul di sana, warga bersama-sama melaksanakan doa di dekat sumber tersebut. Makanan yang dibawa kemudian disajikan dan dimakan bersama-sama.

Sarino menjelaskan bahwa Sumber Hajar memiliki peran penting bagi masyarakat Rejopuro. Sumber air ini melimpah dan digunakan oleh warga untuk berbagai kebutuhan sehari-hari, termasuk irigasi lahan persawahan.

“Dengan berkat air dari sumber ini, hidup kami di sini menjadi nyaman. Warga menjadi lebih dekat satu sama lain,” ungkapnya.

Kepala Desa Kampunganyar, Siti Latifah, menambahkan bahwa tradisi Ithuk-ithukan mengajarkan warga untuk selalu berbagi dengan sesama. Rasa kebersamaan terus terjaga melalui tradisi ini.

Dengan diadakannya tradisi ini secara beramai-ramai, Ifah menjelaskan bahwa pentingnya arti kebersamaan menjadi terlihat. Melalui kebersamaan, masyarakat dapat saling menjaga satu sama lain.

“Kami akan terus mempertahankan tradisi ini di tengah pertumbuhan zaman yang modern. Tradisi yang diwariskan oleh leluhur kami menunjukkan bagaimana kami akan selalu saling berbagi dan menyayangi sesama manusia,” jelas Ifah. (*)

google-berita-mediakampung
saluran-whatsapp-mediakampung
Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Media Kampung. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *