Media Kampung – Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengungkapkan keprihatinannya terkait banyaknya pegawai honorer di daerah yang berasal dari tim sukses atau keluarga pejabat setempat. Fenomena ini dianggap berpotensi mengganggu kinerja pemerintah daerah serta alokasi anggaran yang seharusnya lebih diutamakan untuk kepentingan publik.
Dalam acara ‘Penguatan APIP Melalui Pemenuhan Kebutuhan SDM di Provinsi/Kabupaten/Kota' yang diselenggarakan di kemendagri pada Rabu (13/9/2023), mendagri Tito menyebut bahwa pegawai honorer di daerah terbagi menjadi tiga kategori, yaitu spesialis tenaga kesehatan, guru, dan tenaga administrasi.
“Untuk tenaga kesehatan seperti perawat dan guru, saya tidak memiliki masalah. Namun yang menjadi perhatian adalah pada tenaga administrasi,” tegas Tito. Menurutnya, sebagian besar dari tenaga administrasi berasal dari tim sukses atau keluarga pejabat daerah, yang pada banyak kesempatan diketahui kurang memiliki keahlian dalam bidang tugasnya.
Kebiasaan pegawai honorer berangkat kerja tepat waktu namun kerap pulang lebih awal, atau yang dikenal dengan istilah ‘makan gaji buta' alias ‘magabut', juga menjadi salah satu indikasi masalah dalam pengelolaan SDM di daerah. “Banyak yang datang jam 08.00, namun jam 10.00 sudah menghilang,” ungkap mendagri.
Menteri Tito juga mengkritik fenomena dimana setiap kali terjadi pergantian pejabat, tim sukses baru kerap diangkat menjadi pegawai honorer. Hal ini berdampak pada anggaran daerah yang seharusnya dialokasikan untuk program pembangunan justru banyak disalurkan untuk gaji pegawai.
“Dari total anggaran, mungkin hanya sekitar 15-20% yang benar-benar diinvestasikan untuk pembangunan seperti infrastruktur jalan. Ini menghambat kemajuan daerah,” pungkasnya.
Diharapkan dengan sorotan ini, pemerintah daerah dapat lebih bijaksana dalam mengelola pegawai honorer, serta memastikan alokasi anggaran lebih dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas.

