Seorang pria berusia 21 tahun di Turki harus menjalani perawatan intensif setelah kebiasaannya mengonsumsi minuman energi dalam jumlah besar memicu kerusakan ginjal serius. Pria tersebut diketahui meminum delapan gelas minuman energi setiap hari selama sekitar satu bulan untuk mempersiapkan diri mengikuti lomba lari.
Ia tiba di instalasi gawat darurat dengan keluhan mual dan muntah yang muncul sejak sehari sebelumnya. Kondisi kesehatannya sebenarnya dinilai cukup baik, karena ia tidak memiliki faktor risiko seperti obesitas, riwayat merokok, atau penyakit kronis. Namun, hasil pemeriksaan darah justru menunjukkan hal berbeda. Kadar kreatinin—penanda fungsi ginjal—melonjak hingga lima kali lipat dari batas normal, sedangkan kadar fosfor tercatat tiga kali lebih tinggi, menandakan ginjalnya gagal menyaring limbah tubuh secara optimal. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan pada organ vital, termasuk risiko serangan jantung hingga stroke.
Dalam pemeriksaan lanjutan, pria itu mengaku terbiasa mengonsumsi sekitar dua liter minuman energi setiap hari. Dokter menduga kebiasaan tersebut menjadi pemicu utamanya hingga ia mengalami cedera ginjal akut atau acute kidney injury (AKI). Temuan kasus ini kemudian dilaporkan dalam sebuah publikasi medis.
Minuman energi umumnya mengandung kafein, vitamin B, gula atau pemanis buatan, serta aditif seperti taurin dan guarana. Satu kaleng kecil minuman energi dapat mengandung sekitar 80 mg kafein, jumlah yang setara dengan satu cangkir kopi. Dengan delapan kaleng per hari, asupan kafein pria tersebut mencapai sekitar 640 mg—melebihi batas aman harian yang direkomendasikan badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA), yaitu 400 mg. Konsumsi lebih dari 500 mg kafein per hari dapat meningkatkan risiko batu ginjal dan memberi beban tambahan pada organ tersebut akibat kenaikan tekanan darah.
Pasien ini juga diketahui pernah minum varian minuman energi dengan kadar kafein mencapai 150 mg per liter dan taurin 800 mg per liter. Kombinasi keduanya dalam jumlah besar dinilai dokter sebagai faktor kuat yang memperparah kondisi ginjalnya. Taurin dalam dosis kecil sebenarnya dianggap aman, tetapi dalam jumlah tinggi dapat memicu muntah, sakit perut, pusing, hingga dehidrasi. Jika dikombinasikan dengan kafein, risikonya terhadap ginjal bisa meningkat meski penelitian terkait masih terbatas.
Setelah dirawat, pasien segera menghentikan konsumsi minuman energi. Ia kemudian menjalani pemantauan intensif di klinik ginjal. Dokter menyebut langkah pertama yang paling penting dalam menangani AKI akibat minuman energi adalah berhenti mengonsumsinya sepenuhnya. Dalam waktu 16 hari, kadar kreatinin pria tersebut mulai membaik tanpa perlu menjalani prosedur dialisis. Selama dua tahun pemantauan, fungsi ginjalnya tetap berada dalam kondisi normal.
Kasus ini kembali menyoroti tingginya konsumsi minuman energi pada anak muda. Survei menunjukkan sekitar 30–50 persen remaja berusia 12 hingga 17 tahun rutin mengonsumsi minuman energi, sementara satu dari tiga orang dewasa di Amerika pernah mencobanya. Para ahli mengingatkan bahwa efek stimulasi minuman energi mungkin terasa instan, tetapi dampaknya terhadap ginjal bisa jauh lebih besar daripada yang disadari banyak orang. (selsy).


















Tinggalkan Balasan