Menteri Komunikasi Malaysia Resmikan Kode Etik Baru bagi Wartawan untuk Meningkatkan Kualitas Komunikasi
Kuala Lumpur – Menteri Komunikasi Malaysia Fahmi Fadzil meluncurkan Kode Etik Wartawan Malaysia yang baru setelah 35 tahun menggunakan kode etik yang lama. Dalam peluncuran tersebut, Fahmi mengungkapkan bahwa kode etik wartawan terakhir kali diberlakukan pada tahun 1989 dan belum mencakup aspek pemberitaan daring yang semakin berkembang saat ini.
Fahmi menyatakan bahwa kebebasan media adalah hak dan kebebasan yang harus diberikan kepada media di negara demokrasi. Oleh karena itu, ia memanggil wakil wartawan dan organisasi media untuk turut serta dalam pembahasan kode etik yang baru. Ia juga telah membandingkan kode etik wartawan dari beberapa negara di Asia untuk memastikan bahwa Malaysia memilih solusi yang terbaik.
Dalam Kode Etik Wartawan Malaysia yang baru, terdapat delapan poin yang ditetapkan setelah meneliti kode etik wartawan dari Malaysia Press Institute (MPI), elemen jurnalisme dari Nieman Reports (2001), dan kajian perbandingan etika kewartawanan di beberapa negara. Poin-poin tersebut antara lain, wartawan harus bertanggung jawab sebagai suara masyarakat dan memfasilitasi dialog, transparan dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya, konsisten dalam bersikap adil, tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi, memeriksa validitas dan keakuratan informasi, menghormati privasi dan kerahasiaan sumber, memahami undang-undang dan kebijakan yang berkaitan dengan tugasnya, serta terus meningkatkan keterampilan jurnalistiknya.
Fahmi percaya bahwa dengan Kode Etik Wartawan Malaysia yang baru, kualitas kewartawanan di Malaysia akan meningkat dan kepercayaan masyarakat terhadap media akan semakin baik. Dengan demikian, diharapkan bahwa media akan dapat memainkan peran yang lebih baik sebagai agen yang memfasilitasi dialog dan memberikan informasi yang akurat dan berintegritas.



