Media Kampung – Pangeran Diponegoro memiliki sebuah senjata pusaka yang sangat berharga, yaitu keris Kiai Ageng Bondoyudo. Pusaka ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan tidak dibagikan kepada anggota keluarga lainnya. Bahkan, ketika Pangeran Diponegoro meninggal, keris ini dikubur bersamanya.
Sebagai seorang sejarawan, Peter Carey menjelaskan bahwa Pangeran Diponegoro telah mewarisi keris ini dari ayahnya pada tahun 1805. Menurut cerita dalam wayang, keris ini memiliki kisah yang sama dengan panah sakti yang digunakan oleh pangeran Pandawa ketika bertapa di Danau Tirtomoyo. Diponegoro sangat menghargai keris ini karena memiliki kekuatan yang luar biasa.
Ketika Diponegoro berperang melawan penjajah Belanda, keris ini menjadi simbol semangat dan keberanian prajuritnya. Pada tahun 1827, belati kecil yang dibawa oleh Diponegoro dilebur bersama dengan dua benda pusaka lainnya menjadi keris pusaka yang diberi nama Kiai Ageng Bondoyudo. Keris ini digunakan oleh Diponegoro dalam perjuangannya melawan Belanda.
Namun, pada tanggal 11 November 1829, Diponegoro hampir tertangkap oleh pasukan Belanda. Untuk meloloskan diri, Dia terpaksa terjun ke jurang dan bersembunyi di balik rumput tinggi. Dalam pelarian tersebut, Diponegoro harus meninggalkan sejumlah barang berharga, termasuk keris pusakanya.
Diponegoro kemudian melanjutkan perjalanan ke hutan-hutan Bagelen barat. Hanya dua pengiring pribadinya yang setia mendampinginya selama pengembaraan tersebut. Pengembaraan ini berlangsung hingga 9 Februari 1830, ketika Diponegoro mulai melakukan perundingan dengan Kolonel Jan Baptist Cleerens.
Keris Kiai Ageng Bondoyudo merupakan salah satu warisan berharga dari Pangeran Diponegoro dalam perjuangannya melawan penjajah Belanda. Pusaka ini bukan hanya memiliki nilai sejarah yang tinggi, tetapi juga menjadi simbol keberanian dan semangat juang Diponegoro.


