banyuwangi, Media Kampung – Menyambut bulan suro, masyarakat osing Jawa dalam paguyuban Panji Blambangan dengan dukungan dari dinas kebudayaan dan pariwisata (Disbudpar) Kabupaten banyuwangi, melaksanakan tradisi jamasan pusaka di Serambi Museum Blambangan banyuwangi selama 5 hari, yakni mulai 19-23 Juli 2023. Ritual Jamasan ini menjadi kegiatan yang kerap dilakukan selama bulan Suro.
Jamasan atau pembersihan terhadap puluhan benda pusaka seperti keris, pedang luwuk, dan tombak, dilakukan untuk melestarikan budaya warisan para leluhur banyuwangi ini, juga memberi kesempatan pada masyarakat dapat membawa pusaka dan tosan aji yang dimilikinya untuk dibawa dan dijamas.
Tradisi ini telah dilakukan oleh Panji Blambangan sejak bulan Suro tahun 2006, tak lama setelah keris indonesia diakui oleh badan Dunia Unesco di tanggal 25 Nopember 2005, yang mana keris merupakan Simbol Kecerdikan Budi Manusia Nusantara Sebagai Warisan Kemanusian Milik Dunia.
Dalam tradisi jamasan pusaka, terdapat tahapan-tahapan yang dilalui, seperti pengambilan pusaka, tahap tirakatan, dan tahap pencucian. Pengambilan pusaka dilakukan dari tempat penyimpanan yang telah ditentukan, sedangkan tirakatan berfungsi sebagai upaya bersemedi. Tahap pencucian atau jamasan pusaka bertujuan untuk membersihkan secara fisik dan kebatinan.
Kanjeng Ilham “Panji Blambangan” mengatakan pada media ini, Rabu (19/7/2023), jika secara simbolis, jamasan pusaka memiliki makna yang dalam. “Selain membersihkan benda pusaka secara fisik, tradisi ini juga mengajak manusia untuk introspeksi dan mengingat perbuatan yang telah dilakukan sepanjang tahun, serta merencanakan apa yang akan dilakukan pada tahun mendatang,”ucapnya.
Menurut Kanjeng Ilham, tujuan dari jamasan pusaka ini adalah untuk membersihkan energi negatif yang ada pada pusaka dan menggantinya dengan energi positif. “Hal ini diyakini akan memberikan dampak positif bagi pemiliknya. Selain itu, jamasan pusaka juga diharapkan dapat menjaga keharmonisan dan keseimbangan dalam berperilaku,'tuturnya.
Selain Jamasan Pusaka, dalam acara ini juga diadakan berbagai kegiatan lain seperti pameran pusaka, sarasehan, dan konsultasi perawatan pusaka. Sehingga nilai-nilai budaya seperti kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius tercermin dalam tradisi ini.
tradisi jamasan pusaka juga memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Osing. Mereka meyakini bahwa pusaka yang dirawat dengan baik akan memberikan berkah dan keselamatan. Benda pusaka yang tidak dirawat dianggap hanya sebagai senjata biasa.
Kanjeng Ilham berharap melalui tradisi jamasan pusaka, Paguyuban Panji Blambangan berusaha melestarikan nilai-nilai budaya dan mengajak masyarakat untuk introspeksi serta menghargai keris dan benda pusaka sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi. “Prosesi Jamasan Pusaka dilakukan dengan aturan dan ritual yang menggambarkan kehidupan manusia yang memiliki norma-norma,” terang Ilham.
Dalam prosesi Jamasan Pusaka, Penjamas pusaka harus menjaga sikap dan tutur kata yang baik. Proses ini dimulai dengan membaca doa atau mantra untuk memohon kelancaran prosesi. Setelah dibersihkan, pusaka akan diberi warangan agar tetap awet dan tidak mudah berkarat. Akhirnya, pusaka tersebut akan diletakkan kembali ke tempat semula dengan rapi.
Sementara, menurut Choliqul Ridha selaku Sekretaris Disbudpar banyuwangi, apabila dicermati lebih dalam, jamasan mengandung nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
“Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah kebersamaan, ketelitian, gotong-royong dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari keberadaan masyarakat yang berkumpul dalam satu tempat untuk mengikuti prosesi, seperti melakukan doa bersama demi keselamatan bersama,” terangnya.
tradisi jamasan pusaka di Serambi Museum Blambangan tidak hanya memperlihatkan keindahan pusaka, tetapi juga mengungkap sejarah dari berbagai kerajaan dan daerah di Nusantara. Sebuah upaya yang luar biasa dalam melestarikan budaya dan warisan leluhur.


