Lonjakan kasus perundungan di sekolah yang berujung kematian kembali menjadi perhatian besar bagi dunia pendidikan Tanah Air. Wakil Ketua Komisi X DPR, Maria Yohana Esti Wijayati, menilai bahwa Indonesia perlu mengambil langkah lebih tegas dengan mencontoh pendekatan Korea Selatan yang baru saja menerapkan kebijakan ketat terkait riwayat perilaku bullying dalam proses pendaftaran perguruan tinggi mulai 2026. Ia memandang kebijakan tersebut sebagai bentuk sanksi sosial efektif yang mampu menahan calon pelaku untuk berpikir ulang sebelum bertindak.

Esti menjelaskan bahwa model “rem moral” semacam ini bisa menjadi solusi agar pelaku perundungan tidak hanya menerima sanksi kedisiplinan sekolah, tetapi juga menanggung konsekuensi jangka panjang pada rekam akademik mereka. Menurutnya, Indonesia membutuhkan aturan yang setara mengingat meningkatnya kasus perundungan beberapa bulan terakhir yang memunculkan kekhawatiran publik.

Dorongan untuk revisi regulasi juga mencuat. Esti menyampaikan dukungan agar isu pencegahan dan penanganan bullying dimasukkan ke dalam revisi RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). RUU tersebut disebutnya akan memuat bab khusus mengenai perlindungan peserta didik dari kekerasan dan perundungan, sesuatu yang dinilai penting untuk memperbaiki ekosistem pendidikan secara menyeluruh.

Namun, ia menilai regulasi saja tidak cukup. Esti menyoroti perlunya SOP yang seragam, mekanisme pengawasan yang kuat, serta standar implementasi yang jelas di semua sekolah. Ia mengkritik berbagai aturan sebelumnya di sektor pendidikan yang kerap menyebut istilah bullying atau pendampingan psikologis, tetapi tidak memberikan definisi operasional maupun alur respons yang terstruktur.

Ia juga menekankan bahwa perundungan tidak hadir dalam satu bentuk saja. Praktik tersebut dapat berupa ejekan, pengucilan, kekerasan verbal, tindakan fisik, hingga cyberbullying yang semakin marak terjadi. Tanpa standar penanganan yang seragam, menurutnya, banyak sekolah justru menafsirkan aturan sesuka hati sehingga kasus serius kerap tidak terselesaikan dengan baik karena terhambat prosedur administratif yang lemah.

Pernyataan Esti sekaligus menjadi pengingat bahwa penanganan perundungan tidak bisa lagi dilakukan secara parsial. Ia menilai pemerintah dan seluruh lembaga pendidikan harus bergerak cepat menyiapkan payung hukum, pedoman, serta sistem pengawasan yang mampu melindungi peserta didik dari tindak kekerasan yang semakin memprihatinkan. (putri).

saluran-whatsapp-mediakampung