Mewujudkan Tata Ruang yang Seimbang dan Berkelanjutan: Pembahasan Raperda RTRW Jawa Timur 2023-2043

Mediakampung.com – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, hadir dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur Tahun 2023-2043 di The Westin, Jakarta Selatan, pada Kamis (15/6).

Dalam paparannya, Wagub Emil menekankan pentingnya tata ruang yang seimbang dan pembangunan yang merata antara kota dan desa. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengambil langkah-langkah untuk merencanakan pembangunan yang mempertimbangkan tiga faktor utama, yaitu struktur ekologis, lanskap ekonomi, dan permasalahan tata ruang yang telah terjadi.

“Tujuan Jawa Timur dalam mengatur perencanaan tata ruang ini adalah untuk mewujudkan wilayah Provinsi yang berdaya saing tinggi, terintegrasi, aman, dan berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai melalui pengembangan sistem agrominapolitan, sistem metropolitan, serta pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Emil menjelaskan bahwa struktur ekologis memiliki peran penting mengingat Jawa Timur berada di kawasan “ring of fire” yang rentan terhadap aktivitas gunung berapi. Selain itu, beberapa wilayah di Jawa Timur juga rawan longsor dan tanah gerak.

“Kita harus memperhatikan secara serius aspek lingkungan karena Jawa Timur berada di kawasan ‘ring of fire’. Selain itu, ada daerah-daerah yang rawan longsor dan tanah gerak. Oleh karena itu, pembangunan harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut,” katanya.

Dalam konteks lanskap ekonomi, wilayah Jawa Timur memiliki posisi strategis dalam perdagangan, terutama dengan wilayah timur Indonesia.

“Wilayah Jawa Timur menjadi pusat transaksi ekonomi di Indonesia bagian timur melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Untuk mengantisipasi hal ini, banyak pelabuhan yang dikembangkan di Jawa Timur, termasuk Kawasan Ekonomi Khusus di Gresik yang dikembangkan oleh sektor swasta,” tegasnya.

“Kontribusinya sangat signifikan. Jawa Timur menyumbang hampir seperlima dari perdagangan Indonesia dan seperempat dari sektor manufaktur, atau sekitar 23%,” tambahnya.

Selain itu, Emil juga menyoroti kepedulian Pemerintah Provinsi Jawa Timur terhadap izin mendirikan bangunan (IMB) di daerah-daerah yang rentan terhadap bencana. Dia memberikan contoh tentang pembangunan rumah secara bertahap di daerah pegunungan dan tebing, di mana pekerja migran memulainya dengan membangun teras terlebih dahulu, yang dapat menimbulkan risiko longsor.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga sangat berhati-hati dan detail dalam mengeluarkan izin terkait pertambangan dan hal-hal yang berkaitan dengan kawasan konservasi seperti hutan lindung dan perairan.

“Saya juga melihat potensi pembangunan jalan tol hingga Banyuwangi, namun harus dihentikan di Situbondo karena adanya kawasan hutan Baluran. Ketika saya berada di Kenya, saya melihat bagaimana di taman nasional mereka terdapat jalan tol yang dibangun di jalan yang sudah datar. Hal ini dapat menjadi inspirasi bagi kita dalam membangun yang tetap memperhatikan pelestarian alam,” jelas Emil.

Sementara itu, dalam upaya pemerataan pembangunan ruang, Wagub Emil mendorong pembangunan pusat-pusat infrastruktur baru yang melayani masyarakat di daerah pedesaan, seperti “kota pedesaan” atau “small urban center”.

“Agar pembangunan infrastruktur dapat merata dan fasilitas yang ada tidak hanya terpusat di kota besar. Kita perlu membangun kota-kota pedesaan yang sehat, sehingga masyarakat pedesaan memiliki tempat tujuan ketika membutuhkan sesuatu. Kita melihat perlunya membangun small urban centers,” ujarnya.

Dia juga menggarisbawahi pentingnya ketersediaan lahan hunian dan perencanaan tata ruang yang baik di wilayah perkotaan, guna mencegah terjadinya “urban sprawl” yang disebabkan oleh pembangunan kota yang tidak terkontrol. Fenomena “urban sprawl” ini terjadi ketika penduduk perkotaan memadati daerah pinggiran kota sebagai tempat tinggal.

“Kita dapat mengambil contoh dari Jepang, di mana masyarakatnya tinggal dalam hunian vertikal seperti apartemen, sehingga tidak terjadi ‘urban sprawl’ di wilayah pinggiran kota karena preferensi masyarakat yang lebih memilih hunian berupa rumah tapak,” tambahnya.

Emil berharap agar Raperda RTRW Jawa Timur tahun 2023-2043 dapat menghasilkan sistem tata ruang yang baik dan pembangunan yang merata antara kota dan daerah.

“Kami berharap Raperda RTRW yang baik dapat diwujudkan dari sini. Dengan demikian, kita dapat melihat pembangunan yang merata dan tata ruang yang baik di Jawa Timur,” pungkasnya.

google-berita-mediakampung
saluran-whatsapp-mediakampung
Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Media Kampung. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *