Mahfud MD Menolak Tawaran Jadi Cawapres Anies Baswedan: Kenapa Mahfud MD Menolak Jadi Cawapres?
Jakarta, Mediakampung.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah menolak tawaran untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres). Tawaran tersebut disampaikan oleh Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu, saat kedatangannya bersama politisi PKS, Al Muzzammil Yusuf, ke rumah Mahfud. Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk menjajaki pencarian cawapres bagi Anies yang dilakukan oleh PKS beberapa waktu lalu.
Dalam keterangan kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Mahfud menjelaskan bahwa ia menolak tawaran tersebut. Alasannya adalah karena koalisi yang mendukung Anies, yaitu Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), sudah memiliki calonnya dari partai-partai pendukung, seperti Nasdem, Demokrat, dan PKS sendiri. Mahfud berpendapat bahwa keikutsertaannya dalam koalisi tersebut akan merusak demokrasi. Oleh karena itu, ia meminta Ahmad Syaikhu untuk menjaga koalisi tersebut dan tidak mengajaknya untuk bergabung.
Mahfud menjelaskan bahwa keputusannya tersebut didasarkan pada tujuan menjaga pemilu dan demokrasi. Meskipun ia tidak mendukung Anies sebagai capres, Mahfud memberikan perintah kepada pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, untuk membantu Anies dalam kontestasi Pilpres 2024. Mahfud berpendapat bahwa dengan demikian, demokrasi di Indonesia dapat menjadi lebih sehat.
Namun, Denny Indrayana mengaku tidak mengetahui alasan di balik pernyataan tersebut. Dalam pertemuan terakhir mereka di rumah dinas Mahfud, Denny menceritakan bahwa Mahfud meminta bantuan agar Anies Baswedan dapat maju sebagai calon presiden untuk memperkuat demokrasi. Meskipun Denny merasa terkejut dengan permintaan tersebut, ia tetap berkomitmen untuk menjaga demokrasi.
Keputusan Mahfud MD untuk menolak tawaran menjadi cawapres Anies Baswedan menciptakan tanda tanya tentang motif di balik penolakannya. Apakah ini merupakan langkah untuk menjaga demokrasi ataukah ia ingin mempertahankan keutuhan koalisi? Pertanyaan ini menjadi fokus perhatian publik dalam upaya memahami dinamika politik menjelang Pilpres 2024.



