Isu lingkungan dan keberlanjutan telah menjadi perhatian Apple sejak awal 1990-an. Komitmen tersebut semakin diperkuat pada 2020 ketika perusahaan mengumumkan target netral karbon penuh pada 2030 atau dikenal sebagai Apple 2030. Dengan sisa waktu kurang dari lima tahun, Apple berupaya membuktikan bahwa produk ramah lingkungan tidak harus mengorbankan pengalaman pengguna.

Di sela acara wisuda Apple Developer Academy 2025 di Bali, Vice President Environment, Policy, and Social Initiatives Apple, Lisa Jackson, menegaskan bahwa keberlanjutan merupakan bagian tak terpisahkan dari filosofi desain Apple. Menurutnya, produk yang lebih baik bagi planet tidak seharusnya terlihat atau terasa lebih buruk di tangan konsumen.

Lisa mengungkapkan, salah satu wujud komitmen tersebut terlihat pada iPhone 17 yang kini menggunakan material daur ulang sekitar 30 hingga 35 persen berdasarkan berat, meningkat dibandingkan generasi sebelumnya. Selain iPhone, MacBook Air juga mencatatkan peningkatan signifikan dengan kandungan material daur ulang mencapai 55 persen, tertinggi di jajaran produk Apple saat ini.

Material daur ulang tersebut, lanjut Lisa, tidak hanya diterapkan pada komponen kecil yang tersembunyi, tetapi mencakup berbagai bagian penting perangkat. Langkah ini diambil untuk menekan dampak lingkungan akibat aktivitas penambangan bahan baku.

Apple juga menekankan peran konsumen dalam mendukung siklus keberlanjutan perusahaan. Lisa menyebut, mendaur ulang perangkat lama menjadi kontribusi paling nyata yang dapat dilakukan pengguna. Meski perangkat Apple dirancang agar tahan lama, pada akhirnya semua perangkat elektronik perlu didaur ulang.

Melalui program daur ulang dan trade-in resmi yang tersedia di berbagai negara, Apple memungkinkan konsumen mengembalikan perangkat lama untuk diproses kembali. Material berharga dari perangkat tersebut kemudian digunakan ulang atau didaur ulang menjadi produk lain. Upaya ini dinilai penting karena setiap perangkat elektronik berawal dari sumber daya alam.

Apple mengklaim, hingga kini perusahaan telah memangkas jejak karbon global sekitar 60 persen dibandingkan tahun 2015. Seluruh operasional perusahaan juga telah menggunakan 100 persen energi terbarukan dan dinyatakan netral karbon sejak 2020.

Namun, target Apple 2030 dinilai jauh lebih menantang karena mencakup seluruh rantai pasok, mulai dari proses produksi, pemasok, hingga penggunaan perangkat oleh konsumen. Lisa mengakui, nol emisi mutlak hampir mustahil dicapai. Karena itu, Apple menargetkan pengurangan emisi hingga 75 persen, sementara sisanya akan diseimbangkan melalui investasi berbasis alam.

Upaya tersebut meliputi perlindungan hutan, restorasi mangrove, serta pelestarian padang rumput di berbagai wilayah dunia. Apple mengklaim telah melakukan perhitungan ilmiah untuk memastikan kapasitas penyerapan karbon dari alam sejalan dengan emisi yang tersisa.

Meski progresnya signifikan, Apple menghadapi tantangan besar, terutama dalam transisi energi di rantai pasok global. Selain itu, ketergantungan pada material tambang untuk berbagai perangkat, mulai dari iPhone, MacBook, iPad, hingga Apple Watch, masih menjadi persoalan.

Tantangan lainnya datang dari logistik global. Pengiriman produk lintas negara masih bergantung pada transportasi udara dan laut yang menghasilkan emisi. Apple berupaya memprioritaskan pengiriman laut untuk menekan dampak karbon, meski diakui tidak selalu mudah dari sisi jadwal.

Dengan waktu yang semakin terbatas menuju 2030, Apple menyadari target tersebut tidak mudah dicapai. Kendati demikian, perusahaan menegaskan komitmennya untuk tetap berada di jalur yang benar demi memastikan setiap langkah bisnis memberikan dampak positif bagi planet. (selsy).