DKB Banyuwangi Gelar Bedah Buku “Jejak Kritik”, Tekankan Pentingnya Kritik yang Elegan

Banyuwangi – Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi menggelar diskusi bedah buku Jejak Kritik karya Moh Husen di Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan setempat, Jumat (21/2/2025). Acara yang dimoderatori Syafaat dari Lentera Sastra Banyuwangi ini dihadiri akademisi, pegiat literasi, dan masyarakat umum, termasuk Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Drs. Zen Kostolani, M.Si.

Zen Kostolani dalam sambutannya mengapresiasi buku tersebut yang menyampaikan kritik sosial dengan bahasa santai namun berbobot. “Kami memfasilitasi buku ini dalam bentuk e-book agar mudah diakses dan disebarluaskan melalui platform digital,” ujarnya.

Samsudin Adlawi, Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi, dalam pemaparannya menekankan bahwa kritik harus dipahami sebagai alat perubahan. “Kritik akan berdampak jika pemimpin mau membuka telinga. Namun, tidak semua orang mampu mencerna kritik dengan kepala dingin,” tegasnya.

Muttafaqurrahmah, dosen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, menyoroti keunikan gaya penulisan Moh Husen. “Bahasa yang ringan dengan kata-kata khas seperti so, monggo, atau lha wong membuat isu serius mudah dicerna,” jelasnya. Ia juga menilai struktur buku yang terbagi dalam tiga metafora transportasi yaitu Rem, Spion, dan Setir yang sebagai analogi cerdas untuk kehidupan.

Moh Husen menjelaskan, Rem merepresentasikan pengendalian diri sebelum bertindak, Spion simbol refleksi sosial, dan Setir sebagai penentu arah hidup. “Contohnya, tulisan Kanal YouTube Politik dalam buku ini menggambarkan bagaimana kita mengarahkan opini publik,” papar penulis yang telah menerbitkan lima buku ini.

Hasan Basri, Ketua DKB, menambahkan, “Kekuatan Husen terletak pada kemampuan mengalirkan kritik tanpa kehilangan esensi. Ini adalah buku kelimanya yang tetap konsisten dengan gaya santai.”

Peserta dari kalangan pelajar hingga penulis aktif terlibat dalam sesi tanya jawab. Nukhbatul Fakhiroh (MTsN 1 Banyuwangi) menanyakan strategi menyampaikan kritik tanpa menyinggung. Samsudin menyarankan, “Fokus pada satu gagasan per paragraf agar pesan jelas dan tidak multitafsir.”

Sementara Nurul Ludfia Rochmah dari Lentera Sastra menanyakan fasilitas literasi Pemkab. Zen Kostolani menegaskan, “Aula kami terbuka untuk kegiatan serupa. Kami juga menyediakan layanan layout dan desain gratis untuk penulis lokal.”

Acara ini menegaskan bahwa kritik bukan sekadar protes, melainkan alat evaluasi yang harus disampaikan secara elegan. “Kritik melalui tulisan dan buku adalah cara terhormat untuk mendorong perubahan,” pungkas Syafaat sebagai moderator.

Buku Jejak Kritik kini dapat diakses dalam bentuk e-book melalui layanan Perpustakaan Digital Banyuwangi, memperkuat komitmen daerah dalam mendukung literasi inklusif.

google-berita-mediakampung
saluran-whatsapp-mediakampung
Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Media Kampung. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *