BEIJING — Film animasi terbaru Disney, Zootopia 2, tak hanya mencetak kesuksesan besar di box office China, tetapi juga memicu tren tak terduga di kalangan anak muda. Popularitas film ini mendorong meningkatnya minat membeli ular pit viper berbisa sebagai hewan peliharaan.

Sejak dirilis pada 26 November 2025, Zootopia 2 mencatatkan pendapatan lebih dari 3,55 miliar yuan atau setara Rp7,9 triliun, menjadikannya film animasi asing terlaris sepanjang masa di China.

Salah satu faktor pendorong tren tersebut adalah kehadiran karakter baru bernama Gary De’Snake, seekor ular biru berbisa yang digambarkan ramah, antusias, dan bertanggung jawab. Karakter ini disuarakan oleh aktor Ke Huy Quan dan terinspirasi dari ular pit viper bambu pulau asal Indonesia.

Lonjakan Minat dan Harga di E-commerce

Tak lama setelah film tayang, pencarian dan penjualan ular pit viper Indonesia melonjak tajam di berbagai platform e-commerce China. Harga reptil berbisa ini dipatok mulai dari ratusan hingga ribuan yuan, tergantung usia dan warna.

Salah satu pembeli, Qi Weihao (21), warga Provinsi Jiangxi, mengaku membeli ular pit viper biru seharga 1.850 yuan (sekitar Rp4,1 juta) hanya dua hari setelah menonton film tersebut.

“Zootopia 2 membantu mengubah cara orang memandang reptil. Sekarang, memelihara ular tidak lagi dianggap aneh,” ujar Qi kepada CNN.

Qi bahkan rela mengemudi sekitar 40 menit untuk mengambil ularnya langsung dari penjual, meskipun sebagian transaksi lain dilakukan melalui platform daring seperti JD.com.

Pasar Hewan Eksotis Kian Membesar

Fenomena ini mencerminkan pertumbuhan pesat pasar hewan peliharaan eksotis di China. Hingga akhir 2024, tercatat lebih dari 17 juta orang memelihara hewan eksotis, dengan lebih dari 60 persen berasal dari Generasi Z.

Ular menjadi jenis reptil paling populer, mencakup lebih dari 50 persen dari total reptil peliharaan. Nilai pasar hewan eksotis di China kini mendekati 10 miliar yuan atau sekitar Rp22 triliun.

Risiko Keselamatan Jadi Sorotan

Meski digambarkan menggemaskan di layar lebar, ular pit viper bambu pulau dikenal sangat berbisa dan berpotensi mematikan. Media lokal seperti The Beijing News mengingatkan bahwa tren ini dapat menimbulkan risiko serius, baik bagi pemilik, keluarga, maupun keselamatan publik jika ular lepas atau menyerang.

Qi sendiri mengingatkan calon pemilik agar tidak bersikap impulsif.
“Jika tidak memiliki pengalaman dan perlengkapan yang aman, jangan memelihara ular berbisa hanya karena tren,” ujarnya.

Platform Digital Ambil Tindakan

Menanggapi fenomena tersebut, pihak berwenang dan perusahaan teknologi bergerak cepat. Meski kepemilikan ular pit viper Indonesia tidak sepenuhnya ilegal, hukum China melarang pengiriman hewan hidup dan barang berbahaya, termasuk racun.

Platform seperti Douyin, Xiaohongshu, dan Xianyu telah menghapus listing ular berbisa. JD.com juga menurunkan produk serupa setelah mendapat laporan.

“Kami secara tegas melarang penjualan hewan berbisa. Jika teridentifikasi, produk akan segera dihapus,” ujar juru bicara JD.com.

Langkah ini menjadi upaya menekan dampak budaya populer terhadap perilaku konsumsi di era digital, di mana tren viral dapat menyebar dengan cepat melalui film dan media sosial. (putri).