Tradisi Bubak Bumi di Banyuwangi Doa dan Syukur Petani Sambut Musim Tanam Baru
Banyuwangi, kabupaten di ujung timur Pulau Jawa, tak hanya dikenal karena pesona alamnya, tetapi juga kekayaan budayanya yang masih terjaga hingga kini. Salah satu tradisi yang terus dilestarikan oleh para petani adalah Bubak Bumi — sebuah ritual doa bersama yang digelar setiap kali akan memulai musim tanam.
Tradisi ini menjadi simbol rasa syukur atas hasil panen sebelumnya sekaligus permohonan berkah dan kelancaran untuk musim tanam yang akan datang. Tahun ini, pelaksanaan Bubak Bumi berlangsung di Dam K Stail, Desa Sidorejo, Kecamatan Purwoharjo, pada Kamis (30/10/2025), dengan suasana penuh khidmat dan kebersamaan.
Makna dan Tujuan Tradisi Bubak Bumi
Bagi masyarakat agraris Banyuwangi, tanah adalah sumber kehidupan yang patut dijaga dan dihormati. Karena itu, sebelum mulai menanam padi, para petani berkumpul untuk berdoa bersama dalam ritual Bubak Bumi.
Menurut Plt. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi, Ilham Juanda, tradisi ini menjadi bentuk penghormatan terhadap alam dan harapan agar proses tanam berjalan lancar tanpa gangguan.
“Bubak Bumi adalah tradisinya para petani saat memulai masa tanam. Harapannya agar musim tanam berjalan lancar, terhindar dari bencana, dan menghasilkan panen melimpah,” ujar Ilham.
Bubak Bumi bukan hanya tentang spiritualitas, tetapi juga tentang mempererat ikatan sosial di antara petani. Dalam kegiatan tersebut, mereka saling berbagi doa, harapan, dan semangat gotong royong yang menjadi dasar kehidupan pertanian di Banyuwangi.
Kebersamaan Petani di Tengah Doa dan Kenduri
Sekitar 300 petani yang tergabung dalam Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) se-Banyuwangi turut hadir dalam acara ini. Mereka duduk bersama di tepi area persawahan, mengikuti rangkaian doa yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.
Usai doa bersama, acara dilanjutkan dengan kenduri dan makan nasi tumpeng sebagai simbol rasa syukur dan kebersamaan. Suasana yang hangat dan penuh kekeluargaan menjadi gambaran eratnya hubungan sosial antarpetani di wilayah tersebut.
Ilham menambahkan bahwa tradisi Bubak Bumi juga menjadi ajang untuk memperkuat semangat gotong royong.
“Ritual ini bukan hanya doa bersama, tetapi juga sarana memperkuat kebersamaan. Kekompakan ini penting agar para petani semakin tangguh menghadapi tantangan pertanian ke depan,” ujarnya.
Peran Strategis Dam K Stail untuk Pertanian Banyuwangi
Lokasi pelaksanaan Bubak Bumi tahun ini, Dam K Stail, memiliki peran penting dalam mendukung produktivitas pertanian di Banyuwangi. Menurut Plt. Kepala Dinas PU Pengairan Banyuwangi, Reza Al Fahrobi, bendungan tersebut sudah ada sejak sebelum tahun 1953 dan menjadi sumber utama pengairan bagi ribuan hektar sawah di dua kecamatan.
“Dam K Stail melayani kebutuhan air untuk pertanian di 12 desa di Kecamatan Purwoharjo dan Tegaldlimo, dengan luas sekitar 6.224 hektar sawah,” jelas Reza.
Ia menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan fungsi bendungan ini. Selain menjadi sumber air irigasi, Dam K Stail juga berperan menjaga ekosistem pertanian di wilayah selatan Banyuwangi.
“Maka dari itu, dam ini harus kita rawat bersama agar debit air dan kebersihannya tetap terjaga,” tambahnya.
Normalisasi Dam untuk Tingkatkan Daya Tampung Air
Sebagai bagian dari upaya menjaga keberlangsungan sistem irigasi, pemerintah daerah bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas tengah melakukan kegiatan normalisasi pada Dam K Stail.
Reza mengungkapkan bahwa proses normalisasi tersebut sudah berlangsung hampir dua minggu dan bertujuan untuk meningkatkan daya tampung air serta memperlancar distribusi ke area pertanian.
“Kegiatan normalisasi ini dilakukan oleh BBWS Brantas karena dam ini berada di bawah kewenangan mereka. Harapannya, setelah proses ini selesai, kapasitas bendungan bisa meningkat dan memberikan manfaat lebih besar bagi petani,” jelasnya.
Upaya ini juga sejalan dengan komitmen Pemkab Banyuwangi dalam memperkuat ketahanan pangan daerah, terutama di tengah perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Menjaga Tradisi, Menjaga Alam
Tradisi Bubak Bumi menjadi pengingat pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam. Di tengah kemajuan teknologi pertanian, masyarakat Banyuwangi tetap menjaga kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Melalui ritual ini, para petani tidak hanya berdoa untuk hasil panen, tetapi juga menegaskan tekad mereka untuk merawat tanah dan sumber air yang menjadi penopang kehidupan.
Bagi mereka, keberhasilan pertanian bukan semata hasil kerja keras manusia, tetapi juga buah dari keharmonisan dengan alam dan restu Sang Pencipta.
Dengan semangat gotong royong dan kesadaran menjaga lingkungan, tradisi Bubak Bumi diyakini akan terus hidup dan menjadi warisan budaya yang memperkuat identitas Banyuwangi sebagai daerah yang kaya akan nilai-nilai agraris dan spiritualitas. (balqis).
















