Rights issue saham INET senilai Rp3,2 triliun telah memperoleh persetujuan OJK. Aksi korporasi ini akan dieksekusi Januari 2026 untuk mendukung ekspansi infrastruktur jaringan digital perusahaan.
Jakarta โ Aksi korporasi PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) berupa penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue resmi mendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan pada 23 Desember 2025.
Persetujuan tersebut membuka jalan bagi INET untuk menghimpun dana maksimal Rp3,2 triliun. Pelaksanaan rights issue dijadwalkan berlangsung pada Januari 2026, sesuai dengan keterbukaan informasi perseroan.
Rights issue dilakukan dengan menerbitkan maksimal 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp250 per saham. Melalui aksi ini, perseroan menargetkan penguatan struktur permodalan guna mendukung ekspansi bisnis jangka panjang.
Rasio Rights Issue dan Waran
Rights issue INET ditetapkan dengan rasio 3:4. Artinya, setiap pemegang 3 saham lama berhak membeli 4 saham baru pada harga pelaksanaan yang telah ditentukan.
Selain itu, perseroan juga menerbitkan Waran Seri II sebagai insentif. Setiap pembelian 50 saham baru akan memperoleh 9 waran, di mana setiap waran memberikan hak membeli 1 saham dengan harga pelaksanaan Rp300.
Apabila seluruh waran dieksekusi, perseroan berpotensi memperoleh tambahan dana hingga Rp691,2 miliar.
Jadwal Pelaksanaan HMETD
Perseroan telah menetapkan jadwal penting rights issue sebagai berikut:
- 2 Januari 2026: Cum right HMETD
- 5 Januari 2026: Ex right HMETD
- 6 Januari 2026: Recording date
- 8โ22 Januari 2026: Periode pelaksanaan HMETD
Pemegang saham yang tercatat hingga recording date berhak melaksanakan HMETD sesuai rasio yang ditetapkan.
Penggunaan Dana Rights Issue
Dana hasil rights issue akan dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur digital. Sekitar Rp2,93 triliun akan disalurkan ke anak usaha PT Garuda Prima Internetindo untuk pengembangan jaringan fiber to the home (FTTH) dan teknologi Wi-Fi 7 di wilayah Bali dan Lombok.
Selain itu, sekitar Rp215,38 miliar dialokasikan ke PT Pusat Fiber Indonesia untuk kebutuhan infrastruktur kabel bawah laut. Sisa dana digunakan sebagai modal kerja perseroan.
Standby Buyer dan Dampak bagi Investor
Pemegang saham pengendali, PT Abadi Kreasi Unggul Nusantara, menyatakan kesediaan sebagai pembeli siaga (standby buyer) atas saham yang tidak terserap publik.
Manajemen mengingatkan bahwa pemegang saham yang tidak melaksanakan HMETD berpotensi mengalami dilusi kepemilikan hingga 57,14 persen, seiring bertambahnya jumlah saham beredar.


















Tinggalkan Balasan