Jakarta, mediakampung.com – Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, hadir sebagai narasumber dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 yang bertajuk “Ukur Integritas Tekan Risiko korupsi” di kementerian komunikasi dan informatika RI (10/07/2023). Dalam dialog tersebut, Pahala mengemukakan pentingnya Survei Penilaian Integritas (SPI) sebagai bentuk nyata kontribusi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia.
Pahala menjelaskan bahwa melalui SPI, masyarakat diharapkan untuk mengungkapkan pengalaman mereka dalam menggunakan layanan publik dan praktik korupsi yang mungkin terjadi dalam memperoleh layanan tersebut. KPK telah menggelar SPI dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk 685 Internal KLPD, Eksternal KLPD (masyarakat, pengusaha, dan lainnya), serta para ahli dan lembaga terkait seperti BPK, BPKP, Ombudsman, dan jurnalis. SPI ini digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui gambaran kondisi integritas KLPD terkait, sehingga langkah perbaikan dapat dilakukan dan kondisinya dapat diukur kembali pada tahun berikutnya.
Selain itu, Pahala juga mengungkapkan bahwa KPK telah melakukan blast WhatsApp kepada sekitar 3,5 juta responden pada tanggal 17 Juli, dan kemudian kembali kepada sekitar 400.000 responden atau sekitar 10% dari jumlah tersebut. Namun, dari 10% responden yang terlibat, ternyata jumlah responden masyarakat masih jauh lebih rendah. Pahala menyadari bahwa isu kerahasiaan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, Pahala menekankan bahwa kerahasiaan responden SPI dijamin oleh KPK.
Selanjutnya, Deputi Bidang reformasi birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan, Erwan Agus P, menyampaikan bahwa pencegahan korupsi melibatkan dua hal penting, yaitu perbaikan sistem dan individu. Ia menjelaskan bahwa kedua hal ini saling terkait, di mana ketika individu baik, sistem akan berjalan dengan baik, dan sebaliknya. Perbaikan sistem adalah tujuan akhir dalam upaya meningkatkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Hasil SPI tahun 2022 menunjukkan bahwa Indeks Integritas Nasional indonesia mencapai 71,9 poin, yang menggambarkan indonesia masih rentan terhadap korupsi. Selain itu, KPK juga mendapatkan data bahwa 1 dari 4 responden masyarakat pengguna layanan/vendor mengaku pernah memberikan suap/gratifikasi atau menjadi korban pungutan liar.
Pahala juga berpendapat bahwa semakin banyak partisipasi masyarakat dalam SPI, semakin baik dan tepat pula pengambilan kebijakan dan sistem untuk pencegahan korupsi. Ia menekankan bahwa skor dalam SPI bukanlah ukuran utama, melainkan SPI sejajar dengan cermin yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya. SPI memberikan potret dan rekomendasi perbaikan yang dapat terlihat jika masyarakat secara aktif berpartisipasi, termasuk media dalam menyebarkan informasi tersebut. Pahala mengajak masyarakat untuk segera menjawab ketika terpilih sebagai responden, karena hal itu merupakan kontribusi nyata dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dengan demikian, melalui dialog tersebut, Pahala dan Erwan menyampaikan pentingnya SPI sebagai alat untuk mengukur integritas, memperbaiki sistem, dan mendorong partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia.(Tim)


